Sedikit curhat sebelum masuk ke review. Buku ini sebenarnya sudah cukup lama ada di rak buku. Sekitar hampir 2 tahun kalau gak salah. Selama itu, belum ada hasrat buat baca karena buku ini gak seheboh Divergent atau The Hunger Games. Baru deh ketika filmnya akhirnya tayang di bioskop, buku ini kembali dicetak ulang dengan sampul baru. Aku sendiri baru membaca buku ini setelah selesai menonton filmnya. Selain bermaksud ingin membandingkan feel-nya juga ingin dapat jawaban atas hal-hal yang tidak dapat aku tangkap dan mengganggu pikiran yang terjadi di film.
Menonton filmnya agak bikin pusing soalnya sepanjang hampir separuh film aku gak tahu kenapa si Thomas, sang tokoh utama bisa berada di Glade. Aku sibuk bertanya-tanya sebenarnya Thomas ini kenapa dan apa yang terjadi dengan dia dan orang-orang yang sekarang di Glade.
Ketika membaca buku, pertanyaan-pertanyaan yang menggemaskan itu ternyata juga muncul. Sepanjang membaca aku sibuk menebak-nebak siapa Thomas sebenarnya, bagaimana cerita awal mula ada tempat ‘pengasingan’ bernama Glade, apakah mereka ada di sebuah penjara, kalau ya, apa salah mereka di masa lalu, dsb. Tak berlebihan kalau aku bilang aku gemas. James Dashner, si penulis, rupanya ingin mengikat pembaca dengan pertanyaan-pertanyaan gemas itu dan aku rasa dia berhasil. Buktinya, aku tak sampai sehari menyelesaikan buku dengan genre fantasy dystopia ini. Itu tak lain karena aku sebegitu penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Ditambah lagi dengan kehadiran Teresa, satu-satunya penghuni perempuan di Glade sekaligus penghuni terakhir. Kenapa dia dikirim ke Glade? Kenapa dia harus jadi yang terakhir? Dan serentetan ‘kenapa’ lainnya. Tapi ternyata atas kecerdasan Thomas, misteri itu bisa dipecahkan satu per satu.
Adegan di buku berawal dari kebingungan Thomas yang tiba-tiba berada di sebuah tempat berisi penuh dengan remaja yang semuanya laki-laki. Thomas tidak bisa ingat apa-apa kecuali namanya (kalau di film, Thomas baru ingat namanya setelah terlibat adu kemampuan dengan Gally). Lalu Alby, bisa dibilang ketua komunitas itu, bilang bahwa itu adalah hal yang wajar. Mereka semua juga lupa siapa diri mereka di hari pertama tiba di Glade. Glade adalah sebuah area yang dikelilingi tebing-tebing tinggi. Kelak Thomas tahu bahwa tebing-tebing itu adalah bagian dari dinding labirin yang mengurung semua penghuni Glade. Mereka tidak bisa mudah keluar sebab di dalam labirin ada sekawanan monster serangga yang mereka sebut dengan Griever. Griever ini semacam kalajengking yang badannya dimodif sedemikian rupa sehingga menyerupai robot. Mungkin juga ada rekayasa genetik sebab mana mungkin ada kalajengking berukuran sebesar itu.
Penghuni Glade meyakini dengan terpaksa mereka memang dikirim seseorang untuk hidup di sana selamanya. Sebab bagaimana mungkin mereka bisa keluar dari labirin yang dijaga monster mematikan dan labirin yang berubah bentuk dari waktu ke waktu? Mereka pikir, ada seseorang yang memang ingin membunuh mereka dengan cara yang lu-pikir-aje-sendiri.
Setiap bulan akan ada kiriman buat Glade melalui Kotak. Baik berupa logistik ataupun penghuni baru. Kotak itu berupa lift yang mungkin-lo-pikir-lo-bisa-kabur-lewat-lift-itu-tapi-sayang-sekali-lo-gak-akan-pernah-bisa. Pernah ada yang nekat kabur lewat Kotak tapi kemudian belum sampai di dasar, tubuhnya sudah terbelah dua. Euw.
Ada profesi yang paling bergengsi di Glade yaitu Maze Runner. Pelari inilah yang setiap hari keluar masuk labirin untuk memetakan bentuk labirin dengan harapan suatu hari mereka bisa menemukan jalan keluar dan penghuni glade bisa kembali ke kehidupan yang seharusnya. Untuk menjadi pelari, tidak boleh sembarangan orang sebab risikonya bisa berakibat kematian.
Tapi Thomas mengubah itu semua. Berkat rasa ingin tahunya yang tinggi, ia akhirnya mendapatkan jawaban tentang apa yang sebenarnya terjadi dengannya dan seluruh penghuni Glade. Meskipun awalnya sikap Thomas dianggap membahayakan (malah ia sempat disangka mata-mata karena segala hal buruk mulai terjadi sejak kedatangan Thomas), namun ia akhirnya mendapatkan kepercayaan warga Glade sehingga dalam waktu singkat Thomas diangkat menjadi pelari.
Aku agak bingung. Di sini disebutkan bahwa ada 8 pelari di Glade tapi kenapa cuma Minho yang kelihatannya berlari setiap hari sendiri. Yang lain ke mana? Kemudian dengan sosok Gally yang lebih masuk akal kalau dia punya peran seperti di film. Yang Gally versi buku ini aku agak gak nyambung.
Menjelang akhir, kita akhirnya tahu apa yang terjadi dengan Thomas, Teresa, dan warga Glade lainnya. Cukup mindblowing. Ternyata complicated banget. Gak ada ending yang menggantung.
Ditinjau dari segi fisik, buku ini dicetak di dengan kualitas kertas yang memuaskan. Tidak terlalu buram seperti kertas di buku The 100-Year-Old Man terbitan Bentang Pustaka juga tidak terlalu terang karena bukan kertas HVS. Huruf yang digunakan pun tidak kecil-kecil jadi gak bikin mata cepat lelah.Aku juga mau berterima kasih dengan penerjemahnya yang bekerja dengan baik sehingga edisi terjemahan ini layak dibaca, mudah dipahami dan dinikmati.
Tiba-tiba aku jadi ingat tentang hidup. Sama seperti penghuni Glade yang tidak tahu kenapa mereka ada di Glade, siapa yang melakukan itu terhadap mereka, dan bagaimana kehidupan mereka sebelum berada di Glade. Seperti konsep ketuhanan. Kita tidak bisa melihat atau tahu, tapi kita percaya bahwa Tuhan itu ada. Seperti itu pula warga Glade memandang para Kreator. Bahkan kalau kita pikir tempat kita yang sekarang adalah tempat yang buruk lalu kita memutuskan untuk pindah ke tempat yang kita anggap lebih baik, itu juga belum tentu benar. Warga Glade pun begitu. Setelah mereka akhirnya bisa keluar dari Glade, justru neraka yang sebenarnya baru akan dimulai.
Buku ini berupa trilogi. Yang kedua berjudul The Scorch Trial dan ketiga The Death Cure. Saran saya, baca bukunya sebelum menonton filmnya. Cukup banyak perbedaan di sana sini dan signifikan cuma memang tidak mengubah konsep dan isi cerita.